Kamis, 16 Februari 2012

PROTAP DAN SOP PERAWATAN LUKA BAKAR DI PUSKESMAS

PROTAP DAN SOP PERAWATAN LUKA BAKAR DI PUSKESMAS


I.        PENGERTIAN
      Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation).

II.      SASARAN
      Klien dengan luka bakar.

III.    TUJUAN
A.      Mencegah infeksi pada luka bakar.
B.     Mempercepat penyembuhan pada luka bakar.
C.     Mencegah kecacatan pasca luka bakar.

IV.    TENAGA
1 orang Dokter Umum dan 2 orang Perawat.

V.      STANDART SARANA

A.      Sarana Non Medis :
§         Ruangan dengan ukuran 4 X 6 m :  1 buah
§         Bed tindakan : 1 buah
§    Brancart  : 1 buah            
§         Kursi roda : 1 buah
§         Foot step : 1 buah
§         Meja instrument : 1 buah
§         Lemari alkes : 1 buah
§         Status klien : 1 buah 
§         Informed consent : 1 buah
§         Scort : 3 buah
§         Tempat sampat tertutup non medis : 1 buah
§         Lembar rujukan : 1 buah
§         Alat tulis : 1 buah
§         Tempat cuci tangan dengan air mengalir : 1 buah
§         Sabun cair 60 ml : 1 buah   
§         Handuk kecil : 2 buah
§         Sikat tangan halus : 1 buah
§         Lembar resep    : 1 bendel
§         Tirai/sketsel       : 1 buah    
§         Selimut : 1 buah
§         Lampu tindakan : 1 buah
§         Buku register klien rawat jalan : 1 buah

B.     Sarana Medis          :
1.      Bak instrument yang berisi :
§        Pinset anatomis : 1 buah
§        Pinset chirurgis : 2 buah
§        Gunting lancip :  2 buah
§        Kasa steril    :  5 buah
§        Kom :  2 buah                                                      
2.      Peralatan lain terdiri dari :
§         Spuit 5 cc atau 10 cc : 3 buah                                                      
§         Sarung tangan : 3 pasang   
§         Gunting plester : 1 buah
§         Plester atau perekat : 2 buah
§         Desinfektant : 1 buah
§         NaCl 0,9%, RL, NS, D5 : 3 buah
§         Infus set : 1 buah
§         Bengkok : 2 buah
§         Perban 10 cm dan 15 cm : 2 rol
§         Tensi meter : 1 buah
§         Stetoskop : 1 buah
§         Tabung O2 dan regulator : 1 buah
§         Sterilisator : 1 buah
§         Masker : 3 buah
3.      Obat – obatan   :
§         Antibiotika
§         Analgetik
§         Krim antibiotik         

VI.    PROSEDUR TETAP

1.      Persiapan pelayanan
2.      Anamnesa
3.      Langkah – langkah pertolongan
4.      Penegakan diagnosa
5.      Penatalaksanaan
6.      Penyuluhan
7.      Follow up

VII.  CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

A.      PERSIAPAN PELAYANAN
1.      Ruangan dibersihkan dan dirapikan.
2.      Alat – alat medis disiapkan dan alat – alat non medis dirapikan.
3.      Petugas cuci tangan, sesuai dengan SOP.
4.      Memakai scort, masker dan handschoen sesuai dengan SOP.

B.     ANAMNESA
   (jika klien tidak sadar, dilakukan heteroanamnesa)
1.      Klien datang, petugas memberi salam, dan menatap muka klien.
2.      Mempersilakan masuk dan duduk, kemudian menanyakan semua pertanyaan dengan sabar dan lembut.
3.   Menanyakan identitas : Siapa namanya? Berapa umurnya? Dimana alamatnya? Apa pekerjaannya? Apa pendidikan terakhir ?
4.      Menanyakan keluhan utama :
a.      Apa yang dirasakan sekarang? Menanyakan luka bakar karena apa? Sudah berapa lama?
b.      Keluhan lain yang dirasakan klien apa?
c.      Pemeriksa memberikan kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan dengan tenang tanpa ada paksaan.
5.   Bila kondisi klien tidak sadar, kita lakukan anamnesa secara singkat kepada keluarga atau pengantar mengenai kejadian yang dialami pasien :
a.      Nama pasien ?
b.      Sudah berapa lama tidak sadar ?
c.      Tindakan apa yang sudah dilakukan terhadap pasien ?
6.      Bila pasien mengalami kegawatdaruratan yang harus ditangani segera, maka anamnesa kita lakukan setelah pasien stabil, atau bila memungkinkan kita lakukan anamnesa  sambil kita memberikan pertolongan kepada pasien.
Tanda-tanda kegawatdaruratan :
a.      Adanya sumbatan jalan nafas.
b.      Adanya henti nafas.
c.      Adanya henti jantung.
d.      Adanya perdarahan.

C.     LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN
1.      Sebelum memulai resusitasi, tindakan pertama adalah menentukan ketidaksadaran pasien, dengan menilai respon pasien secara cepat dengan metode AVPU.
           A – alert ( sadar penuh )
           V – menjawab rangsang verbal ( bicara )
           P – bereaksi atas rangsang nyeri ( pain )
           U – tidak memberi reaksi ( unresponsive )
Caranya adalah dengan kita tepuk atau cubit pasien sambil kita bertanya dengan suara keras misal, “Pak / Bu…namanya siapa ?”
Apabila pasien tidak ada respon segera kita lakukan   resusitasi dengan urutan sebagai berikut : Airway, Breathing, Circulation         ( lihat SOP Resusitasi )
2.      Pemeriksaan vital sign meliputi nadi, tensi, respirasi ( lihat SOP Vital sign ).
3.      Inspeksi  : melihat luas luka bakar, keadaan luka : bersih, kotor, bula ada atau tidak.
4.      Palpasi   : menghitung berapa persen luas luka bakar, memeriksa jaringan nekrotik.

D.     PENEGAKAN DIAGNOSA
Penegakan diagnosa dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap luka bakar klien meliputi luas luka bakar, kedalaman luka bakar, lokasi luka bakar, dan penyebab luka bakar.


Deskripsi dari klasifikasi luka bakar .
KLASIFIKASI BARU
KLASIFIKASI TRADISIONAL
KEDALAMAN LUKA BAKAR
BENTUK KLINIS
Luka bakar superfisial
Derajat 1
Lapisan Epidermis
Erythema( kemerahan ), Rasa sakit seperti tersengat, blisters( Gelembung cairan )
Partial thickness — superficial
Derajat 2
Epidermis Superficial (Lapisan papillary) dermis
Blisters ( Gelembung cairan ), Cairan bening ketika gelembung dipecah, dan rasa sakit nyeri
Partial thickness — deep
Deep (reticular) dermis
Sampai pada lapisan berwarna putih, Tidak terlalu sakit seperti superficial derajat 2. sulit dibedakan dari full thickness

Full thickness
Derajat 3 atau 4
Dermis dan struktuir tubuh dibawah dermis Fascia,Tulang, or Otot
Berat, adanya eschar seperti kulit yang melelh, cairan berwarna , tidak didapatkan sensasi rasa sakit


Sedangkan untuk menentukan luas luka bakar dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode rule of nine

RULE OF NINES
AREA LUKA BAKAR
PERSENTASE
(DALAM %)
Seluruh kepala (muka dan belakang) dan leher
9
Dada
9
Perut
9
Ekstremitas atas (kiri dan kanan)
2 x 9
Punggung dan bokong
2 x 9
Paha dan betis (kiri dan kanan)
4 x 9
Perineum dan genitalia
1
 Total
100


E.     PENATALAKSANAAN

      Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :

1. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah sebagai berikut :
a.      Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan senyum serta menanyakan luka bakar di bagian tubuh sebelah mana.
b.      Menjelaskan tujuan  perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan luka serta mencegah kecacatan.
c.      Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di mengerti mengenai perawatan luka bakar dan menanyakan kesiapan klien untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika klien siap maka dilanjutkan penandatanganan informed consent.
d.      Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya  luka dapat terlihat jelas dan mudah dilakukan perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya apabila luka ada di tubuh sebelah kiri maka tubuh klien miring ke kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka menghadap ke atas.
e.      Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
f.        Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk membuka pakaian supaya luka terlihat jelas dan membuka pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%.
g.      Membersihkan luka bakar  dengan cara mengirigasi yaitu dengan cara mengaliri bagian luka menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan bengkok di bawah luka terlebih dahulu.
h.      Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara memotong bagian nekrotik dengan mengangkat jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis dan  digunting dengan  gunting chirurgis mulai dari bagian yang tipis menuju ke bagian tebal , dan   bila ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit steril sejajar dengan  permukaan kulit dibagian pinggir bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari pinggir dengan menggunakan gunting dan pinset chirugis.
i.         Mengeringkan luka dengan  cara mengambil kasa steril dengan pinset anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-benar dalam kondisi kering.
j.         Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka dengan menggunakan dua jari  yang telah diolesi obat tersebut.
k.       Menutup luka dengan kasa steril.
l.         Memasang  plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan di atas kasa steril.
m.    Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
n.      Membersihkan alat  medis ( lihat SOP Sterilisasi).
o.      Membersihkan sampah medis (lihat SOP Membuang Sampah Medis).
p.      Membersihkan ruangan.

2. Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II – III adalah memberikan tindakan resusitasi cairan :
a.      Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih sudah ada indikasi untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan anak-anak batasnya 15%.
b.      Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Baxter. Formula Baxter terhitung dari saat kejadian (orang dewasa) :
1).    8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
2).    16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat ditambah 500-1000cc koloid.
c.      Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
1).    Replacement                 : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
2).    Kebutuhan faali              : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB  
            Umur 1-5 tahun  75cc/ KgBB                 
            Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB        
d.      Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan diberikan dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer laktat dan koloid diberikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan ½ jumlah total cairan.

3.  Bila luka bakar Derajat  II dalam, III atau lebih dari 25 % pasien dirujuk ke Rumah Sakit.

4.   Pengobatan
a.Suntikan ATS pada pasien
1).    ATS 1 x 100.000 unit untuk BB > 50 kg (test dulu) atau ATS 1 x 60.000 unit untuk BB 50 kg (test dulu).
2).    Membaca hasil test           :
§        Bila hasil test negatif berikan 50.000 unit IV dan 50.000 unit IM (BB : 50 kg).
§        Bila hasil test negatif berikan 30.000 unit IV dan 30.000 unit IM (BB : 50 kg).
§        Bila hasil test positif, lakukan bedreska dengan cara sbb :
ü      Ambil ATS 0,1 ml
ü      Lengan setengah bagian voler direnggangkan, kemudian disuntikkan ATS subcutan, tunggu 30 menit
ü      Baca hasil test ; bila ada indurasi maka test positif
ü      ATS 0,1 ml + 0,5 NaCl masuk secara SC perlahan – lahan
ü      Setelah 30 menit, ATS 0,5 ml + 0,5 NaCl masuk secara SC perlahan – lahan
ü      Setelah 30 menit, ATS dimasukkan semua secara IM perlahan – lahan.
§        Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara IM.
b.Antibiotik diberikan selama 5 hari : ( amoxicilin 500 mg atau ciprofloxacin 500 mg )
Dosis :  Dewasa 250 mg – 500 mg 3 x 1 tab
         Anak – anak 20 mg/Kg BB/Hari
c.Diberikan analgesik : ( parasetamol atau antalgin atau asam mefenamat )
Dosis :  Dewasa 250 mg – 500 mg 3 x 1
Anak – anak 3 x  ¼ tab (parasetamol 10 mg/kg/BB)
d.Krim antibiotik gentamisin 0,1 % krim dioleskan pada bagian yang luka

F.      PENYULUHAN
1        Memberitahu klien untuk menghubungi petugas kesehatan/puskesmas bila ada nyeri tiba – tiba atau menetap, demam atau menggigil, luka keluar nanah, pembengkakan cepat, bau tidak sedap atau kemerahan.
2        Memberitahu klien untuk kontrol 3 hari lagi.
3        Memberitahu klien jangan lupa minum obat sesuai dengan aturannya.
4        Menjelaskan pada klien agar banyak mengkonsumsi makanan yang banyak protein.

G.    FOLLOW UP
1.      Mengontrol luka setiap 3 hari sekali kecuali jika luka infeksi kontrol setiap hari.
2.      Mengevaluasi apakah ada gangguan dalam penyembuhan dan pergerakan otot atau sendi.
3.      Mencatat hasil kegiatan pada status klien.

Lampiran

SOP Pemakaian Handscoen / Sarung Tangan

a.      Mengambil sarung tangan steril dengan menggunakan tangan dominan.
b.      Menerima sarung tangan kiri dengan memegang bagian dalam dari sarung tangan yang terlipat dari lipatannya.
c.      Mengecek adanya kebocoran sarung tangan dengan cara membuka hanscoen. Jika terdapat lubang atau terasa adanya udara keluar dari hanscoen (bocor) maka handscoen dibuang. Jika tidak ada kebocoran, letakkan sarung tangan kiri di tempat yang steril. Memegang sarung tangan dengan tangan kiri pada bagian dalam sarung tangan, masukkan jari-jari perlahan sampai semua jari pas pada bagiannya, lalu dengan tangan kiri tetap memegang bagian dalam sarung tangan ke dalam hingga sarung tangan terpakai dengan sempurna.
d.      Begitu juga sebaliknya pada saat memakai sarung tangan kiri.




SOP Pemakaian Scort

a.      Mengambil scort dari tempatnya.
b.      Membuka scort dengan tangan kanan bagian dalam (jangan menyentuh bagian luar).
c.      Memasukkan tangan kanan ke lubang lengan tangan kanan, begitu sebaliknya untuk tangan kiri.
d.      Meminta tolong kepada asisten untuk mengikatkan tali scort di belakang punggung.



SOP RESUSITASI


A ( Airway ) / JALAN NAFAS
1.     Lihat, Dengar, Raba ( Look, Listen, Feel )
     SOP :
a.        Mengambil posisi di sebelah kanan brancart pasien.
b.        Membungkukkan badan dengan wajah kita menghadap ke arah dada pasien sambil melihat ( Look ) :
1)     pergerakan dinding dada
2)     kesimetrisan naik turunnya dinding dada, dengan membandingkan pergerakan dinding dada kanan dan kiri pada saat inspirasi
3)     frekwensi cepat / pelan
4)     nafas dalam / dangkal
5)     nafas sesak / longgar
6)     nafas pendek / panjang
7)     pernafasan cuping hidung ada / tidak
8)     nafas dengan otot-otot bantu nafas ditandai dengan adanya retraksi dinding dada
c.        Telinga kita dekatkan dengan hidung dan mulut pasien untuk mendengarkan
1)     suara nafas pasien
2)     suara tambahan, wheezing, rhonki
3)     batuk-batuk
d.        Rasakan hembusan udara di pipi pada saat pasien mengeluarkan nafas, baik dari hidung ataupun mulut, bila perlu dekatkan jari kita didepan hidung pasien dan rasakan adanya hembusan nafas.
e.        Apabila tidak terdengar suara nafas ataupun hembusan nafas, maka kemungkinan pasien mengalami sumbatan pada jalan nafasnya dan harus segera bebaskan jalan nafas pasien.
f.          Bebaskan jalan nafas dengan :

-  CHIN LIFT-HEAD TILT adalah sebagai berikut :
1)      Posisikan pasien dalam keadaan terletang, letakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah pasien
2)      Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien
3)      Gunakan ujung jari untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas
4)      Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang adekuat, gunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke belakang.
5)      Tidak disarankan bila curiga ada patah tulang leher

-  JAW THRUST pada pasien dengan curiga cedera leher :
1)      Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan pasien berbaring
2)      Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan tulang belakang tetap satu garis
3)      Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada sudut rahang di bawah telinga
4)      Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda
5)      Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke arah atas dan depan
6)      Bila perlu dengan menggunakan ibu jari kita dorong bibir bawah sedikit ke depan untuk mempertahankan mulut tetap terbuka
7)      Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien

2.     Bersihkan jalan nafas dengan cara cross finger atau bila perlu lakukan penghisapan (suction).
SOP Cross finger  (sapuan dengan jari) 
1)         Posisikan kepala pasien miring kurang lebih 45 derajat ke arah kita
2)         Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dengan arah berlawanan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien.
3)         Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
4)         Usap keluar bila terdapat sisa muntah, darah, gigi, atau benda asing lainnya yang menyumbat jalan nafas dengan cara melakukan usapan memutar searah jarum jam kearah luar
5)         Hati-hati jangan sampai mendorong benda asing (sisa makanan, gigi palsu) masuk lebih jauh ke jalan nafas


SOP Suction / Penghisapan :
1)         Petugas memakai alat pelindung (masker dan sarung tangan sekali pakai) (lihat SOP memakai masker dan sarung tangan)
2)         Menyediakan 1 botol cairan pembilas ( Normal Saline )
3)         Menyalakan unit penghisap, tempelkan kateter dan cobalah untuk menghisap pada baju
4)         Posisikan pasien miring ke kanan kurang lebih 30 derajat sehingga akan membuat sekret bebas mengalir ke mulut saat dilakukan penghisapan
5)         Ukur panjang kateter penghisap. Panjang kateter yang harus dimasukkan ke dalam mulut pasien sebanding dengan jarak antara sudut mulut dengan lobulus telinga.
6)         Perlahan dan tanpa tekanan, masukkan ujung kateter ke daerah yang perlu dihisap. Saat memasukkan lubang kontrol pada selang penghisap dibiarkan terbuka (Jika tidak hati-hati ujung penghisap kaku dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan perdarahan)
7)         Setelah masuk, mulai penghisapan dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk  tangan kiri pada samping mulut, tutup lubang kontrol dan hisap sambil perlahan menarik ujung penghisap dari mulut pasien, gerakkan ujung penghisap dari satu sisi ke sisi yang lain
8)         Jangan pernah melakukan penghisapan lebih 10 detik pada waktu yang sama, karena suplementasi oksigen atau ventilasi dihentikan selama penghisapan, sehingga harus dipertimbangkan untuk mempertahankan oksigenasi pasien
9)         Bila terdapat sekret yang pekat dan menyumbat, kita bilas dengan cairan pembilas dengan cara memasukkan ujung pipa suction kedalam cairan pembilas dan menutup lubang kontrol
10)     Jika ujung pipa penghisap menyebabkan reflek muntah, segera tarik ujung penghisap dan pindah ke posisi yang lain

3.     Apabila jalan nafas masih tersumbat, meskipun sudah kita lakukan manuver tersebut, maka kita pasang alat bantu jalan nafas, untuk menjaga lidah menutupi jalan nafas.
- Non invasif, dengan pipa orofaring dan pipa nasofaring

              SOP pemasangan Pipa Orofaring :
1)         Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung tangan)
2)         Menempatkan pasien pada posisi terlentang dan menggunakan teknik chin lift-head tilt / jaw thrust untuk mempertahankan jalan nafas secara manual
3)         Menentukan ukuran pipa yang akan dipakai dengan  cara membentangkan pipa dari sudut mulut penderita ke arah ujung daun telinga sisi wajah yang sama.l
4)         Silangkan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang sama dan letakkan pada gigi bagian atas dan bawah di sudut mulut pasien. Lebarkan/jauhkan jari untuk membuka rahang pasien
5)         Masukkan pipa secara terbalik (ujung pipa ke langit-langit) dan jalankan sepanjang dasar mulut pasien, melewati jaringan lunak menggantung dari belakang (uvula) atau hingga anda menemukan tahanan melewati palatum mole.
6)         Putar pipa 180 dengan hati-hati sehingga ujungnya mengarah ke bawah ke arah faring pasien
7)         Menempatkan pasien non trauma dalam posisi head tilt. Jika ada kemungkinan cedera spinal, dilakukan stabilisasi leher dengan collar neck
8)         Memeriksa respon pasien setelah pipa terpasang (lihat SOP pemeriksaan airway)


                          SOP Pemasangan pipa nasofaring :
1)         Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai(lihat SOP memakai masker dan sarung tangan)
2)         Posisi pasien terlentang dan kita gunakan teknik chin lift-head tilt/jaw thrus untuk mengamankan jalan nafas secara manual
3)         Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. Bahan seperti jelly dan bahan lain dapat merusak jaringan yang melapisi rongga hidung dan faring sehingga meningkatkan resiko infeksi.
4)         Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas. Hampir semua pipa nasofaring dirancang untuk digunakan pada lubang hidung kanan. Bevel (bagian sudut ujung selang) harus menghadap dasar lubang hidung atau septum nasi.
5)         Memasukkan pipa ke dalam lubang hidung, majukan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien  . Jangan pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa tarik keluar dan coba pada lubang hidung yang lain

Tehnik invasif dengan Endotracheal Tube
            SOP intubasi trakea :
1)         Menempatkan pasien pada posisi sniffing dengan meletakkan bantal setinggi kurang lebih 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap ekstensi
2)         Melakukan preoksigenasi, yaitu memberi oksigen 100 % selama minimal 5 menit melalui baging. (lihat SOP bagging)
3)         Laringoskop dipegang dengan tangan kiri, kemudian bilah dimasukkan dari sudut mulut pasien sebelah kanan menyusuri lidah.Setelah mendekati pangkal lidah, laringoskop digeserkan ke sebelah kiri sampai berada di garis tengah dengan menyingkirkan lidah ke sebelah kiri. Jika menggunakan bilah lengkung (macintosh), maka ujung bilah ditempatkan di dalam valekula pada pangkal epiglotis, sedangkan bila mengunakan bilah lurus, maka ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.
4)         Mengangkat epiglotis dengan bilah sehingga terlihat pita suara. Setelah pita suara terlihat maka tangan kanan memasukkan ETT ke dalam trakea melalui celah diantara pita suara. Batas garis hitam pada ETT terletak tepat dibawah pita suara
5)         Mengembangkan balon udara dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume secukupnya melalui ujung ETT sampai tidak terdengar kebocoran di rongga mulut pada saat dilakukan ventilasi.Melakukan fiksasi dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
6)         Melakukan konfirmasi posisi ETT dengan cara melakukan auskultasi pada dada kiri , kanan serta lambung. Setelah suara napas di paru kiri dan kanan sama, lalu dilakukan fiksasi dengan menggunakan plesterdi wajah atau pipi.
7)         Menghubungkan ETT dengan manual baging atau ventilator

B ( Breathing ) / PERNAFASAN
1.     Evalusi pernafasan tidak lebih dari 10 detik.
2.     Bila pasien tidak bernafas spontan atau adekuat maka pasien dianggap tidak bernafas.
3.     Memberikan pernafasan buatan 2 kali, dengan cara :
a.        Mouth to mouth ventilation ;
Cara ini sudah tidak dianjurkan karena bahaya infeksi, karena itu harus selalu memakai alat perantara yang terbuat dari plastic  (masker) yang dapat ditempatkan antara mulut penderita dan mulut penolong. Caranya sebagai berikut :
1)         Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung tangan)
2)         Pakaikan masker penutup mulut dan hidung pasien, pegang dengan ibu jari dan telunjuk jari tangan kiri serta kanan
3)         Angkat sudut rahang bawah kedepan dengan jari tangan yang lain sehingga masker betul-betul menutup muka pasien, tidak bocor
4)         Tiupkan udara melalui pipa di ujung masker

b.        Bag mask-ventilation oleh 1 orang ;
1)         Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung tangan)
2)         Mengambil posisi diatas kepala pasien, dan pertahankan terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin lift / jaw thrust.
3)         Pilih ukuran BVM yang sesuai dengan lebar sungkup menutupi hidung dan mulut pasien
4)         Posisikan masker pada wajah. Letakkan masker bagian apex (atas) melingkupi batang hidung pasien, sedangkan bagian bawah masker menutupi mulut dan dagu bagian atas
5)         Bentuk huruf “C” mengelilingi pintu masuk ventilasi dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk. Gunakan jari tengah, jari manis, dan jari kelingking di bawah rahang pasien untuk menahan rahang ke masker
6)         Dengan tangan yang lain, peras kantung sekali tiap 5 detik hingga menyebabkan dada pasien mengembang (sebanyak volume tidal 500-600 ml, 6-7 ml/kg BB). Untuk bayi dan anak-anak peras kantung tiap 3 detik.
7)         Lepaskan tekanan pada kantung dan biarkan pasien menghembuskan nafasnya secara pasif. Saat itu, kantung akan terisi kembali dengan oksigen dari sumbernya

c.        Bag valve-mask ventilation oleh 2 orang ;
1)         Petugas memakai masker dan sarung tangan sekali pakai (lihat SOP memakai masker dan sarung tangan )
2)         Buka jalan nafas pasien dengan teknik had tilt – chin lift
3)         Pilih bag valve-mask yang sesuai ( dewasa, anak, atau bayi)
4)         Letakkan ibu jari pada bagian atas masker, jari telunjuk dan tengah pada bagian bawah masker
5)         Letakkan masker bagian apex ( atas ) melingkupi batang hidung pasien, sedangkan bagian bawah masker menutupi mulut dan dagu bagian atas. Jika masker besar, kelilingi bagian pintu ventilasi dengan manset, letakkan bagian tengah pintu ventilasi pada mulut pasien
6)         Gunakan jari manis dan kelingking untuk mendongakkan rahang, mendekat ke arah masker. Pertahankan head tilt – chin lift
7)         Penolong kedua menghubungkan kantung dengan masker, jika belum siap. Sementara penolong pertama mempertahankan tertutupnya masker, penolong kedua harus menekan / memeras kantung dengan 2 tangannya hingga dada pasien mengembang (sebanyak volume tidal 500-600 ml, 6-7 ml/kg BB)
8)         Penolong kedua memeras kantung tiap 5 detik untuk dewasa, sekali tiap 3 detik untuk bayi dan anak-anak.

       C ( Circulation ) / SIRKULASI
1.     Setelah memberikan 2 kali nafas buatan tentukan keadaan sirkulasi pasien dengan meraba denyut nadi
Catatan : (menurut UK Resuscitation Council 2010 : langsung kompresi, tidak memberikan nafas buatan lebih dahulu)
2.     Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kita meraba denyut arteri karotis pada orang dewasa atau anak-anak, arteri brachial pada bayi
3.     SOP pemeriksaan arteri karotis :
a.        Letak arteri karotis terdapat di kedua sisi laring, diantara jakun yang berjalan dari telinga, melintas leher menuju bagian atas tulang dada
b.        Kepala pasien kita tarik ke bawah, raba jakun dengan 2 jari, kemudian jari digeser ke celah antara jakun dan jalinan otot. Disitu akan teraba denyutan.
c.        Raba selama 5 detik sebelum memutuskan tidak ada denyutan
4.     Bila tidak ada denyutan maka kita lakukan kompresi dada / pijat jantung
             SOP pijat jantung pada dewasa:
a.        Penolong berdiri disamping kanan pasien
b.        Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari di atas prosessus xyphoideus ). Untuk bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada.
c.        Letakkan telapak tangan lainnya di atas telapak tangan pertama
d.        Saling tautkan jari – jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak menyamping diatas iga. Jangan meletakkan kedua tangan di perut atas atau tepi bawah tulag dada
e.        Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasien dan dengan tumpuan pada telapak tangan, tekan dengan menggunakan berat badan penolong ke arah dada hingga dada tertekan sedalam 4 – 5 cm.
f.          Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
g.        Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
h.        Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis
( menurut UK Resuscitation Council 2010 : hanya menghentikan resusitasi bila ada tanda pulih nafas atau nadi)
i.          Tukarlah posisi setiap 2 menit untuk menghindari kelelahan penolong

             SOP pijat jantung pada anak-anak (1-8 tahun ):
a.        Penolong berdiri disamping kanan pasien
b.        Letakan telapak salah satu tangan tepat ditengah dada penderita ( 2 jari di atas prosessus xyphoideus ).
c.        Lakukan tekanan/kompresi sedalam sepertiga atau setengah ketebalan dinding dada anak.
d.        Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
e.        Setelah 30 kali kompresi berikan 2 kali nafas buatan
f.          Lakukan selama 5x siklus, setelah itu cek pulsasi carotis

            SOP pijat jantung pada bayi :
a.        Penolong berdiri disamping kanan pasien
b.        Letakkan jari telunjuk dan jari tengah di tengah dada. ( 2 jari di atas prosessus xyphoideus )
c.        Berikan tekanan hingga dada tertekan sedalam sepertiga sampai setengah tebal dada bayi
d.        Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa melepaskan kontak antara telapak tangan penolong dengan dada pasien, ulangi dengan kecepatan 100 kompresi per menit
e.        Setelah 5 kali kompresi berikan 1 kali nafas buatan
f.          Lakukan selama 15x siklus, setelah itu cek pulsasi brachialis

5.     Lanjutkan resusitasi sampai :
a.        Pasien kembali bernafas dan muncul sirkulasi spontan
b.        Penolong kelelahan
c.        Pasien ternyata diketahui menderita penyakit stadium terminal



SOP Pemeriksaan Vital Sign / Tanda Vital

A.     Mengukur Tekanan Darah
1.      Minta ijin klien/pengantar untuk dilakukan pemeriksaan ”bolehkah saya periksa sekarang tekanan darah anda?”.
2.      Jelaskan apa yang akan dilakukan kepada klien/pengantar :
a.      Meminta klien membuka lengan atas yang akan diperiksa, sehingga tidak menutup arteri brachialis.
b.      Manset dipasang 2 – 3 cm di atas fossa kubiti, melingkar pada lengan tempat pemeriksaan setinggi jantung dan balon karet menekan tepat di atas arteri brachialis.
c.      Manset dihubungkan dengan spignomanometer Hg, posisis tegak dan level air raksa setinggi jantung.
d.      Denyut arteri brachialis diraba pada lipatan siku untuk meletakkan stetoskop.
e.      Arteri radialis diraba dengan jari telunjuk dan jari tengah (pastikan tidak ada penekanan).
f.        Katup pengontrol pada pompa manset di tutup.
g.      Stetoskop diletakkan ke dalam telinga, raba denyut arteri brachialis.
h.      Pompa manset sampai denyut arteri radialis tidak teraba lagi.
i.        Kemudian tambahkan pompa lagi 20 – 30 mmHg.
j.         Stetoskop diletakkan di atas arteri brachialis, di fossa cubiti/lipatan siku sebelah dalam.
k.      Posisi mata sejajar air raksa, lepas katup pengontrol pelan – pelan, sehingga air raksa turun dengan kecepatan 2 – 3 mmHg/detik atau skala perdetik.
l.         Pastikan tinggi air raksa saat terdengar perubahan I detakan arteri brachialis (korotkoff I/tekanan sistole).
m.    Lanjutkan penurunan air raksa saat terjadi perubahan suara yang tiba – tiba melemah (korotkoff IV/ tekanan diastole).
n.      Lepaskan stetoskop dari telinga dan lepas manset dari lengan klien.
o.      Earpice dan diagfragma stetoskop dibersihkan dengan kapas alkohol.
p.      Informasikan kepada klien hasil pengukuran, catat pada kartu status klien.
q.      Tanya kepada klien apakah yang ditanyakan tentang hasil tekanan darahnya.

B.     Menghitung denyut nadi arteri radialis klien
Meminta ijin dan menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran nadi pada klien, dengan cara :
1.      Baju yang menutupi pergelangan tangan disingsikan.
2.      Kedua lengan lurus sejajar badan dan menghadap ke atas posisi anatomis.
3.      Lakukan palpasi ringan pada arteri radialis dengan jari telunjuk dan jari tengah, di atas pergelangan pada sisi ibu jari.
4.      Denyut arteri radialis dirasakan, kemudian hitung denyut tersebut selama 1 menit.
5.      Tentukan normal (60 – 100 x/mnt), bradikardi (< 60 x/mnt) atau takhikardi (> 100x/ mnt).
6.      Hasil pengukuran dicatat pada status klien.
7.      Informasikan kepada klien/pengantar hasil pemeriksaan
                Apabila dicurigai syok dengan tanda – tanda :
a.      Pucat ( khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut ).
b.      Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab.
c.      Pernapasan yang cepat (30 x / menit atau lebih).
d.      Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran.
e.      Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam).


SOP langkah – langkah penanganan syok
A.     Pemberian Oksigen :
1.      Alat : Nasal Catheter
Langkah-langkah pemasangan :
a.      Mengatur posisi klien yang paling nyaman.
b.      Memberi penjelasan kepada klien/keluarga tentang maksud, tujuan, dan prosedur tindakan pemasangan terapi oksigen nasal catheter.
c.      Menyiapkan alat nasal catheter.
d.      Mengukur nasal catheter mulai dari telinga ke ujung hidung ( ukuran dalamnya catheter dari hidung sampai faring ).
e.      Memberikan jelly pada ujung nasal catheter dan memasukan pelan – pelan sampai menuju faring sesuai ukuran yang telah dibuat.
f.        Memfiksasi nasal catheter dengan plester.
g.      Mengalirkan oksigen 1- 3 liter / menit.
h.      Memberikan penjelasan pada klien/keluarga bahwa prosedur terapi oksigen sudah selesai.
i.        Mencatat hasil kegiatan pada status klien.

2.      Alat : Nasal Canule
Langkah-langkah pemasangan :
a.      Mengatur posisi yang nyaman.
b.      Memberi penjelasan pada klien/keluarga tentang prosedur pemasangan nasal canule ( maksud, tujuan, dan prosedur ).
c.      Memasang nasal canule pada kedua hidung dengan fiksasi kedua telinga.
d.      Mengalirkan oksigen 1 – 6 liter / menit.
e.      Memberi penjelasan pada klien/keluarga bahwa prosedur sudah selesai.
f.        Mengobservasi tentang perkembangan terapi.
g.      Mencatat hasil kegiatan pada status klien.
3.      Alat : Sungkup Muka Sederhana (Simple Mask)
Langkah-langkah pemasangan :
a.      Mengatur posisi yang nyaman (berbaring, semi fowler,dan fowler ).
b.      Memberi penjelasan tentang maksud, tujuan, dan prosedur pemasangan simple masak.
c.      Memasang simple mask pada muka klien sesuai ukuran, alirkan oksigen 5 – 8 liter / dan fiksasi karet pengikat pada belakang kepala.
d.      Memberikan penjelasan bahwa prosedur sudah selesai.
e.      Mengobservasi tentang perkembangan terapi.
f.        Mencatat hasil kegiatan pada status klien.

4.      Alat : Sungkup Muka Dengan Kantung ”Rebreathing”
Teknik terapi ini diberikan pada klien yang mengalami hyperventilasi type / kadar CO2 dalam darah menurun dan O2 rendah.
Langkah-langka pemasangan :
a.      Mengatur posisi ini yang nyaman / sesuai  (berbaring / supine / semi fowler / fowler).
b.      Memberi penjelasan tentang maksud, tujuan, dan prosedur pemasangan sungkup muka dengan kantong rebreathing.
c.      Mengalirkan oksigen 8 – 12 liter / menit sampai kantong terpenuhi oksigen ( menggembung ).
d.      Memasang sungkup muka dengan kantong rebreathing pada muka klien sesuai ukuran dan posisi karet pada belakang kepala.
e.      Memberikan penjelasan bahwa prosedur sudah selesai.
f.        Mengobservasi tentang perkembangan terapi.
g.      Mencatat hasil kegiatan pada status klien.

5.      Alat : Sungkup Muka Dengan ”Non Rebreathing”
Teknik terapi oksigen ini diberikan pada klien yang mengalami hypoventilasi type / kadar CO2 dalam darah tinggi dan O2 rendah.
Langkah-langkah pemasangan :
a.      Mengatur posisi klien yang nyaman / sesuai (berbaring / supine / semi fowler / fowler).
b.      Memberikan penjelasan tentang maksud, tujuan, dan prosedur pemasangan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
c.      Mengalirkan oksigen 8 – 12 liter / menit sampai kantong terpenuhi oksigen ( menggembung ).
d.      Memasang sungkup muka dengan kantong non rebreathing pada muka klien sesuai ukuran dan posisi karet pada belakang kepala.
e.      Memberikan penjelasan bahwa prosedur sudah selesai.
f.        Mengobservasi tentang perkembangan terapi.
g.      Mencatat hasil kegiatan pada status klien.



SOP Pemasangan Infus
A.     Tahap Pra Interaksi
1.      Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. Menanyakan apakah ada riwayat alergi atau ada penyakit-penyakit lain yang diderita.
2.      Mencuci tangan (SOP mencuci tangan).
3.      Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
a.      Meja/trolly serupa meja suntik, tersedia diatasnya :
1)     IV catheter (abocath) yang akan digunakan.
2)     IV catheter cadangan atau wing needle.
3)     Infusion  set terbungkus steril.
4)     Cairan infus yang akan digunakan.
5)     Kapas alkohol 70% secukupnya.
6)     Larutan  betadine secukupnya.
7)     Kasa steril ukuran 2 cm x 2 cm.
8)     Plester, gunting verband.
9)     Sarung tangan bersih.
10) Bengkok.
11) Tali pembendung/ tourniquet.
12) Pengalas.
13) Bak instrument (ukuran sedang).
14) Spalk (bila perlu untuk anak-anak).
b.      Standart infus.

B.    Tahap Orientasi.
1.      Memberikan salam kepada pasien sebagai pendekatan terapeutik. (Selamat pagi, Selamat siang…Pak/Bu….)
2.      Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien/ keluarganya. -----
3.      Menanyakan kesiapan mental pasien sebelum dilakukan tindakan.
4.      Meminta pasien atau keluarganya mengisi dan menandatangani formulir persetujuan tindakan medis (formulir informed consent).

C.    Tahap Kerja.
1.      Menempatkan alat dan bahan ke dekat pasien (untuk memudahkan dalam melakukan tindakan).
2.      Mengambil larutan IV (cairan infus) dan menggantungkan pada standart infus, sambil diperiksa label cairan infus sudah sesuai dengan program terapi atau belum.
3.      Membuka infus set dari bungkusnya, kemudian mengatur klem roll sekitar 2 – 4 cm (1 – 2 inchi) di bawah bilik drip dan setelah itu mengembalikan klem roll ke posisi off (terkunci).
4.      Memasukkan infus set ke dalam kantong cairan, dengan :
a.      Melepas penutup pelindung kantong cairan tanpa menyentuh lubangnya.
b.      Melepas penutup pelindung dari penusuk selang, kemudian penusuk selang ditusukkan ke dalam lubang kantong cairan dengan posisi kantong infus tegak lurus.
5.      Mengisi bilik drip (tabung reservoir) infus, dengan :
a.      Menekan bilik drip kemudian lepaskan dan biarkan bilik drip terisi cairan infus hingga setengahnya.
b.      Melepas pelindung jarum dan klem roll untuk membiarkan cairan mengalir melalui selang sampai selang bebas udara, setelah itu jarum ditutup kembali.
c.      Cairan yang terbuang ditampung di dalam bengkok.
d.      Mengembalikan klem roll ke posisi off (terkunci) agar cairan infus tidak menetes.
e.      Selang infus yang sudah disiapkan diletakkan di bak instrument, didekatkan pada pasien, untuk memudahkan dalam menghubungkan selang infus dengan  catheter infus (abocath).
6.      Menentukan daerah vena yang akan digunakan disesuaikan keperluan dengan rencana pengobatan (punggung tangan kanan/kiri, kaki kanan / kiri), dipilih tempat yang strategis, dalam arti memudahkan untuk pemberian obat intra vena dan memberi kenyamanan pada pasien maupun petugas.
7.      Memasang perlak dan alasnya dibawah anggota tubuh yang akan diinfus.
8.      Membersihkan area yang akan dilakukan penusukan dari bulu-bulu (bila ada) dengan gunting.
9.      Memasang tali pembendung/ tourniquet pada jarak 5 cm di atas tempat penusukan dengan diklik, kemudian tali pembendung ditarik agar kencang.
10. Memasang sarung tangan steril (SOP memasang sarung tangan).
11. Meminta pasien untuk mengepalkan tanganuntuk membantu mendilatasi vena, sehingga vena tampak jelas. Bagi penderita yang tidak sadar, metode untuk mendilatasi vena dapat dilakukan dengan menggerakkan anggota tubuh ( ekstrimitas ) dari distal ke proximal di bawah tempat vena yang dimaksud atau menepuk perlahan di atas vena.
12. Membersihkan permukaan kulit yang akan ditusuk dengan larutan betadine dengan gerakan sirkuler dari dalam keluar dan membiarkan tempat tersebut mengering. Bila penderita alergi terhadap betadine, dapat digunakan alkohol 70 %.
13. Melencangkan kulit dengan memegang tangan / kaki dengan tangan kiri, kemudian  petugas yang lain menyiapkan IV catheter.
14. IV catheter yang sudah dipegang dengan tangan kanan, ditusukkan ke dalam pembuluh vena dengan lubang jarum menghadap ke atas, sudut tusukan 30 – 40 arah jarum sejajar dengan arah vena,lalu didorong perlahan.
15. Apabila  jarum masuk ke dalam pembuluh vena, darah akan tampak masuk ke dalam bagian reservoir jarum , maka hentikan dorongan.
16. Memisahkan bagian jarum dari bagian canul catheter dengan memutar bagian jarum /mandrin ke belakang perlahan, lanjutkan mendorong canul ke dalam vena secara perlahan sambil diputar sampai seluruh canul masuk.
17. Mencabut bagian jarum sehubungan dari canul catheter. Tahan canul dengan ibu jari tangan kiri, agar darah tidak menetes keluar.
18. Melepas  tourniquet.
19. Menghubungkan canul dengan infusion set.
20. Membuka saluran /klem roller untuk memulai infus dengan memperhatikan apakah tetesan lancar, atau lokasi penusukan membengkak. Apabila terjadi pembengkakan pada daerah penusukan,  menandakan terjadi extravasasi cairan sehingga penusukan harus diulang mulai dari awal. Apabila tetesan lancar dan tidak ada extravasasi, maka dilakukan fiksasi.
21. Melakukan fiksasi dengan memasang plester kecil(1,25 cm) di bawah catheter dengan sisi lengket menghadap ke atas dalam posisi menyilang. Hal ini untuk mencegah pelepasan catheter dari vena secara tidak sengaja. Pada bayi atau balita fiksasi diperkuat dengan spalk.
22. Memberi bantalan kassa, yang sudah diberi betadine, dengan ukuran 2 cm x 2 cm pada rangkai penusukan kemudian diplester.
23. Mengatur kecepatan aliran/  tetesan infus tepat per menit sesuai dengan instruksi dokter.
24. Menuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta ukuran jarum pada bantalan / plester yang dipasangkan pada tempat infus.

D.    Tahap Terminasi.
1.      Merapikan pasien. Menciptakan suasana yang nyaman bagi pasien.
2.      Penyuluhan pasca pemasangan infus. Memberikan pesan  kepada pasien / keluarganya apabila ada keluhan akibat pemasangan infus, misal : nyeri, bengkak, badan demam/ menggigil atau cairan tidak lancar agar melapor kepada petugas yang berjaga.
3.      Berpamitan dengan pasien. Memberitahukan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai dilakukan.
4.      Membereskan alat-alat dengan membuang bahan habis pakai.
5.      Memilah sampah medis dan non medis dan dibuang pada tempatnya masing-masing.
6.      Mensterilkan peralatan yang telah dipanaskan ( SOP sterilisasi alat).
7.      Melepas sarung tangan dan mencuci tangan (SOP mencuci tangan).
8.      Mencatat kegiatan dalam lembar keperawatan. Hal yang perlu dicatat antara lain : waktu  pemberian cairan,  jenis cairan dan  tetesan, jumlah cairan yang masuk, serta reaksi pasien terhadap cairan yang masuk.



 DAFTAR PUSTAKA

Mark H Swartz, Buku Ajar Diagnostik Fisik (1995)
Media Aesculaptus, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga (2000)


TIM SOP DINKES KAB. MAGETAN
Pembina    : Dr.dr.Adryansyah Arifin, MPH
                   dr. Harry Susanto, MM
Penyusun   : dr. Rochmad Santoso
                   dr. Rita Noviyawati
                   dr. Rindra Wahyu Kusuma
                   Sugiyanto
                   Suryadi 
                            Tumiran
          Editor       : dr. Hari Sukamto
                            Dwi Hunun Pratiwi, SKM

http://yankesdinkesmagetan.blogspot.com/2011/09/protap-dan-sop-perawatan-luka-bakar-di_5310.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar